
Satu orang rekanku yang juga guru datang, lima menit setelahnya Rayhan masuk ke ruangan guru, anak itu datang lebih awal hari ini, ia datang disaat teman-temannya belum datang. Rayhan mendatangi mejaku ia menyalamiku dan kemudian duduk di kursi yang aku sediakan didepan menjaku. Rayhan memperhatikanku dengan seksama, "Good Morning, Ray?" sapaku.
"Morning, lagi apa?" tanyanya.
"Gunting kertas lipat" jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari kertas-kertas yang sedang aku gunting.
"Kenapa digunting?" tanyanya.
"Supaya jadi rectangle dan bisa dibentuk origami aeroplane" jawabku masih terus menggunting.
Rayhan mengambil satu kertas berwarna kuning yang telah aku gunting, aku menatapnya.
"Kamu bisa buat aeroplane?" tanyaku.
Rayhan menatap mataku, "mungkin bisa tapi lupa" jawabnya.
Aku tersenyum, "kamu tidak lupa, hanya sudah jarang membuatnya saja. Sekarang coba buat!" pintaku. Aku yakin siswa secerdas Rayhan pasti bisa melakukannya.

Sedikit ragu Rayhan mulai melipat kertas berwarna kuning tersebut. Benar saja, jari-jarinya dengan lincah mampu membuat origami pesawat jet dengan sangat baik. Aku tidak paham, tapi menurutku anak berumur 5 tahun yang bisa membuat origami dengan sempurna itu sangat luar biasa.
"Selesai!" serunya setengah berteriak.
Aku menatapnya tersenyum, "Wah kamu bisa, sayapnya ukurannya seimbang sekali!" buku psikologi anak mengajarkanku untuk tidak memberikan pujian pada anak didikku, kecuali memberikan detail mengenai pekerjaan mereka dengan 'nada pujian'.
Rayhan tersenyum.
"Ibu akan buat yang sama, nanti kita coba terbangkan diluar, oke?" ujarku.
Rayhan mengangguk, diangkatnya pesawat origami milinya tinggi-tinggi.
Sambil membuat pesawat terbang aku mengemukakan pertanyaan kepada Rayhan, "Kamu tinggalnya dimana, sayang?" tanyaku.
Rayhan menatapku, matanya yang tajam bersinar terang, "Dulu tinggal di Bandung, tapi sejak papa meninggal pindah ke Cirebon" Jawabnya.
Aku tidak terkejut sebab beberapa minggu yang lalu saat awal pertama aku menjadi guru di sekolah ini aku sudah dibertahu bahwa dua bulan yang lalu ayah Rayhan meninggal karena sakit.
"Di Cirebon tinggal dimana?" tanyaku.
"Disitu!" Rayhan menunjukkan satu arah, "Lupa nama tempatnya, bu" lanjutnya.
Aku tertawa kecil, aku mengacak poninya yang hampir jatuh menutupi matanya.

"Zeidan, Zeidan udah bisa ngomong bu, bawel!" jawabnya.
Aku juga mendapatkan informasi bahwa Rayhan memiliki seorang adik yang baru berumur 1,5 tahun.
"Punya Kakak?" tanyaku lagi.
Rayhan menggeleng. Rayhan anak sulung.
Entah kenapa seperti ada separuh jiwaku yang terbang mendengarkan penuturannya. Tidak ada yang bisa menyalahi takdir Yang Maha Kuasa. Tapi tetap saja, sebagian besar kepingan hatiku menjerit mengetahui kenyataan bahwa anak sekecil itu sudah harus ditinggal oleh seorang Ayah. Apalagi anak itu begitu cerdas, begitu luar biasa, begitu... sempurna. Aku yakin, betapa bangganya Ayahnya kelak mengetahui putra sulungnya akan menjadi putra kebanggaan bangsa. Sungguh teman, untuk manusia seperti Rayhan rasanya aku tidak berlebihan berkelakar seperti ini. Rayhan benar-benar berpotensi untuk menjadi seperti itu!
"Nah punya ibu udah selesai! Cobain yuk!" aku berseru.
Rayhan melompat dari kursinya dan kami sama-sama berjalan menuju halaman sekolah. Karena sekolah tempatku mengajar adalah sekolah alam, jadi kami memiliki halaman yang sangat luas untuk menerbangkan pesawat terbang origami ini.
Rayhan menerbangkan pesawatnya lebih dulu. Pesawat milik Rayhan terbang sempurna. Terbang tinggi, melesat, menukik, turun, naik dan mendarat dengan posisi seimbang di tanah. "What the hell that he did to that plane!" aku mengumpatkan sebuah pujian dalam hati.
Kemudian aku mencoba menerbangkan pesawatku. Entahlah apa yang terjadi, mungkin terlalu banyak beban di moncongnya sehingga pesawat itu jatuh menabrak tanah dengan moncong terlebih dahulu. Tidak cantik samasekali! Aku tertawa terpingkal-pingkal, bahkan Rayhan yang masih 5 tahun mampu membuat origami jauh lebih baik dariku.
"Ray, pesawat ibu ngga bagus!" sahutku memasang wajah kecewa.
Rayhan nyengir lebar, diambilnya pesawat terbang miliknya dan ditaruhnya diatas tanganku.
"Buat ibu?" tanyaku.
Rayhan menangguk.
"Thank you" jawabku sambil tersenyum.
"Aku boleh minta kertasnya lagi bu? aku mau ajarin Alvin buat pesawat" Rayhan berseru tepat ketika teman sekelasnya itu datang menghampirinya.
"Sure!" Jawabku, "tapi nanti ya, sekarang sudah setengah sembilan, masuk kelas dulu" aku melanjutkan.
Rayhan mengangguk kemudian ia berlari menuju kelas.
Aku tersenyum memperhatikannya berlalu. Aku memperhatikan origami pesawat terbang buatannya yang ada ditanganku. Entah kenapa aku memiliki keyakinan, kelak suatu hari Rayhan akan menjadi seperti pesawat terbang buatannya ini; terbang tinggi dengan sempurna!
>> next, saat memeriksa portifolio anak-anak didik di sekolahku aku menemukan bahwa Rayhan memiliki bakat melukis yang sangat luar biasa. Bahkan ketika aku sharing dengan seorang guru seni rupa di sekolahku, ia meyakinkaku bahwa jika Rayhan konsisten berlatih dan tetap menjadi dirinya sendiri bukan tidak mungkin dia bisa menjadi pelukis terkenal yang hebat. WOW!!! XO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar