Aku menuliskan nol terakhir di catatan laporan keuangan saat anak itu datang mendekatiku. Tas dan jaketnya senada berwarna merah, ia memilih untuk menenteng kedua benda tersebut ketimbang memakainya. Wajahnya mengguratkan rasa bosan dan sedikit kekecewaan, "belom dijemput juga" adunya padaku.
Sesaat mataku menatap jam dinding dihadapanku. Jarum pendek dan panjang kompak menunjukkan angka 12.00. Satu jam telah terlewat sejak bel pulang berdering tadi. Aku tersenyum menatapnya, "sebentar lagi mungkin" jawabku meyakinkannya.
Dia tidak menjawabku, hanya menatap mataku masih dengan tatapan bosan dan kecewa yang tidak hilang, kemudian perlahan ia melangkah keluar dari ruangan guru dan kembali ke playground, aku melihatnya sekilas, kemudian ia duduk di ayunan sendirian, semua teman-temannya telah dijemput sejak tadi tetapi jemputannya belum juga datang.
Aku menutup buku laporan catatan keuanganku, "biar kuselesaikan nanti" batinku. Aku beranjak menuju playground, aku lihat anak itu kini tidak lagi duduk di ayunan, ia beralih bermain perosotan yang terletak tepat disebelah ayunan. Kemudian aku duduk di ayunan tersebut, "mana jari yang kena kotoran bekicot tadi?" aku membuka pembicaraan.
Anak itu menatapku, mengurungkan langkahnya untuk menuju anak tangga kedua di perosotan tersebut. Ia melihat jarinya sekilas, "udah dicuci" jawabnya.
"tapi itu lengket, bu" ujarnya meyakinkanku.
"iya, kena lendirnya. bekicot kan berlendir" aku menjelaskan.
Anak itu berfikir sejenak, dapat aku lihat dengan jelas matanya yang secerah bintang di langit itu mengerejap beberapa kali. Aku tersenyum.
"makanan bekicot apa sih, bu?" tanyanya.
Aku menatapnya sesaat, jujur, aku sendiri pun tidak yakin apa makanan bekicot, "mungkin tumbuhan, seperti daun atau rumput" jawabku.
Anak itu kemudian menaiki satu persatu anak tangga perosotan tersebut dan duduk diatas perosotan bersiap untuk meluncur. Aku mendekatinya sesaat sebelum ia meluncur.

"Daun" jawabnya singkat, namun aku bisa melihat matanya yang secerah bintang di langit itu antusias menanggapi pertanyaanku.
"Benar!" jawabku.
"Daun kan lebih besar dari ulat, kenapa ulat bisa makan makanan yang lebih besar dari badannya, bu?" tanyanya.
Aku terhenyak mendengar penuturannya. Entahlah, apakah pertanyaan seperti itu biasa ditanyakan oleh anak umur 5 tahun atau tidak. Aku tidak memiliki pengalaman samasekali bagaimana menghadapi pertanyaan aneh anak-anak TK. Tapi aku yakin, Rayhan adalah salah satu dari sekian anak didikku yang tercerdas.
Aku seorang sarjana ilmu Hubungan Internasional yang dianugerahi kesempatan menjadi pengajar anak-anak TK yang cerdas seperti Rayhan. Samasekali tidak ada pengalaman maupun basic pendidikan mengajar apalagi mengajar anak-anak TK, jadi aku fikir aku harus sangat berhati-hati dalam menjawab semua pertanyaan 'ajaib' anak-anakku.
"Rayhan tau, ulat itu setelah bermetamorfosis akan berubah jadi apa?" tanyaku.
Anak berumur 5 tahun itu tersenyum lebar, "kupu-kupu!" ujarnya berteriak.

Senyum anak itu semakin lebar. Manis sekali, menyiratkan ia mengerti apa yang aku jelaskan.
"kalo makanan kupu-kupu apa, bu?" tanyanya.
"Tepat dugaanku, anak ini cerdas" batinku, "makanan kupu-kupu itu madu bunga" jawabku.

Aku tertawa pelan, pertanyaan ajaib yang kedua yang harus aku jawab dengan hati-hati, "karena tubuhnya sudah berubah, jadi apa yang diperlukan untuk makanannya juga berubah" jawabku, jujur, bahkan aku sendiri tidak yakin dengan jawabanku. Tapi aku lihat Rayhan cukup puas dengan jawabanku.
Kemudian seperti diperintahkan oleh Tuhan, seekor kupu-kupu terbang diantara kami, "itu kupu-kupu!!" Rayhan berseru. Ia segera meluncur dari perosotannya dan beranjak mengikuti kupu-kupu tersebut. Aku mengikutinya.
Mata indahnya terus mengikuti kemana kupu-kupu itu terbang. Mungkin ia menunggu kupu-kupu itu hinggap di bunga hingga ia bisa percaya kata-kata yang aku jelaskan barusan.
Seperti diperintahkan kembali oleh Tuhan, akhirnya kupu-kupu itu hinggap di sekuntum bunga. "Yaayy betul!!!" Rayhan memekik kegirangan. Senyumnya tersungging lebar hingga giginya yang putih dan rapi terlihat jelas.
"Rayhan mau yang lebih jelas?" tanyaku.
Ia menatapku, matanya menjawab ya terlebih dahulu sebelum pita-pita suaranya, "iya!" jawabnya.
"Nanti ibu cari videonya ya, kita tonton sama-sama" ujarku.
Tepat setelah itu seseorang akhirnya datang untuk menjemputnya dari sekolah. Ia mencium tanganku kemudian berpamitan pulang.Aku bisa mendengar anak itu terus bercerita panjang lebar kepada orang yang menjemputnya tersebut tentang pengalaman yang baru saja terjadi dengannya. Aku tersenyum senang melihatnya.
Itu salah satu pengalamanku yang paling menakjubkan bersama Rayhan. Beberapa hari setelah itu aku mendapatkan informasi bahwa Rayhan memang anak yang paling cerdas di sekolah kami. IQ nya jauh diatas rata-rata. Dugaanku bahwa ia cerdas benar adanya.
Ketidakmampuannya untuk duduk tenang dikelas, kadang-kadang kasar dan sangat kritis membuat orang-orang men-cap-nya sebagai anak nakal. Tapi aku? Hey ayolah dia masih 5 tahun! Well, Aku lebih suka mengatakan bahwa itulah cerdas..
>> next, aku akan ceritain gimana dengan cerdasnya Rayhan menuntunku membuat origami pesawat terbang yang baik dan benar, bahkan setelah origami kami selesai dan kami mencoba menerbangkannya, pesawat terbang milik Rayhan meluncur sempurna sedangkan milikku nyungsep ke tanah.. *capedeh* kalo sekarang aku ngantuk jadi mau bobo duluuuuuu.. coming soon ya.. (^^)v
>> next, aku akan ceritain gimana dengan cerdasnya Rayhan menuntunku membuat origami pesawat terbang yang baik dan benar, bahkan setelah origami kami selesai dan kami mencoba menerbangkannya, pesawat terbang milik Rayhan meluncur sempurna sedangkan milikku nyungsep ke tanah.. *capedeh* kalo sekarang aku ngantuk jadi mau bobo duluuuuuu.. coming soon ya.. (^^)v
Tidak ada komentar:
Posting Komentar