Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan saya sebelumnya yang berjudul Tentang Hujan dan Pelangi (http://fireflyprince.blogspot.com/2013/01/tentang-hujan-dan-pelangi-may-12-2009.html). Honestly, sebenernya kedua tulisan ini adalah therapy tersendiri untuk saya dalam berjuang bertahan didalam patah hati yang teramat dalam pada saat itu. *curcol eaaaaa* :D
You know that, I'm so thankful because kedua tulisan ini banyak yang suka, banyak yang terharu dan they were like, "Wow Ann! I love your writing, really, so beautiful..!!".
And after that moment I realized, saat sesuatu yang menyedihkan dalam hidupmu bisa kamu ubah menjadi sesuatu yang indah dan disukai banyak orang, saat itulah kamu akan menyadari bahwa tidak ada satupun yang Tuhan berikan padamu hanya untuk menjadi sesuatu yang sia-sia sekalipun itu adalah kesedihan..
inilah tulisan saya tersebut yang menjadi salah satunya.. ;)
-------------------------------------------------------------------------------------------
Malam ini, aku mencoba bertanya kepada langit, mengapa ia tidak pernah menginginkan bintang-bintangnya kembali, tidakkah ia kesepian, selalu gelap, ataukah ia tidak memikirkan bulan yang lelah karena memancarkan sinarnya sendrian…
“Langit…” aku mencoba menyapanya.
Langit menatapku, “ada apa puteri kecil?” tanyanya ramah.
Aku tersenyum, ternyata langit sangat bersahabat. Aku menundukkan wajahku sejenak, “sebentar lagi bintang-bintang itu akan kembali padamu” ujarku.
Langit hanya diam dengan senyum ramahnya yang selalu terpancar.
“aku meminta dia mengembalikan mereka…” aku melanjutkan.
“kenapa?” Tanya langit. “bukankah jika bintang-bintang itu kembali padaku, maka dia juga akan pergi dari hidupmu…”
Hening, lalu aku menjawab “karena sendirian itu tidak menyenangkan, bulan tentu kesepian, memancarkan cahayanya sendirian, juga dirimu, gelap tanpa titik cahaya. Mungkin tempat terbaik bintang-bintang adalah dirimu, bersamamu juga bersama bulan, menghiasi malam dan mimpi para pecinta yang mengharapkan kedamaian dalam lelap mereka”
“mungkin” ujar langit, “tapi bintang-bintangku pun senang tinggal dalam matanya. dia mencintaimu dengan tulus dan begitu pun dirimu padanya… bintang-bintangku tidak menyesal tinggal dalam matanya, karena matanya mampu memancarkan cahaya yang dapat menerangi hatimu hingga kau mampu tersenyum, membuatmu bermimpi dan enggan terbangun dari tidurmu. Dan ketika kau benar-benar terbangun, engkau akan bersyukur mengapa engkau pernah bermimpi…”
aku menjawab, sedikit berbisik “ketika bintang-bintang itu tinggal di dalam matanya, bintang-bintang itu hanya menjadi milikku… hanya aku yang bisa melihat kerlip cahayanya, hanya aku yang bisa meminta harapan saat salah satu dari mereka terjatuh, hanya aku yang bisa berharap dan bermimpi dalam pancaran sinarnya, aku egois… tentu setiap mahluk ingin juga seperti diriku…”
Langit tetap terdiam dengan senyumnya.
“Lihat peri kecil itu!” aku menunjuk peri kecil yang terduduk diatas kelopak bunga mawar, ia menangis mendapati sebelah sayapnya remuk dan tidak bergerak. “ia menangis, sebelah sayapnya remuk dan ia tidak mampu terbang. Bisa engkau bayangkan peri yang tidak mampu terbang? Tentu sangat menyakitkan. Seandainya satu bintang saja bisa tinggal di matanya dan bintang itu terjatuh, tentu ia bisa meminta satu permintaan. Mungkin pancaran sinarnya akan menyembuhkan lukanya yang dalam” ujarku.
Sesaat langit menatap peri kecil itu, ada sedikit rasa iba di matanya. Langit hampir menangis.

“ya” jawab langit.
“saat awan hitam menutupi bulan purnama, serigala itu tidak mampu menjelma menjadi puteri yang cantik... mungkin serigala tidak menangis seperti peri itu. Tapi aku tahu, hati mereka sama pedihnya. Mungkin saja, cahaya dari jutaan bintangmu akan sama terangnya dengan bulan purnama, dan serigala itu akan mampu menjelma menjadi puteri yang cantik dengan bantuan cahaya jutaan bintangmu. Walau hanya sebentar, setidaknya ia bisa tersenyum…” ujarku.
Angin turut berhembus, mungkin juga mendengarkan percakapan antara aku dan langit.
“jika engkau kehilangan bintang-bintang itu maka engkaupun akan kehilangan dirinya, tentu akan sangat menyakitkan juga bagimu, tentu pedih juga bagimu… giliranmu yang akan menangis seperti peri kecil yang kehilangan sebelah sayapnya itu dan melolong menderita seperti serigala yang tidak mampu menjelma menjadi puteri cantik itu, apakah engkau mengerti?” langit bersikeras.
“ya, tentu aku tahu… dan aku pun tidak mengerti bagaimana caranya menghentikan tangisanku kelak, saat giliranku yang mendapati sebelah sayapku remuk dan aku tidak mampu terbang, Aku pun menyadari, luka dalam hatiku tidak akan pernah mampu mengering… melolong seperti serigala yang tak jua mampu menjelma menjadi puteri yang cantik… Aku pasti akan sangat terpuruk, terkapar tidak berdaya dalam rasa kehilangan yang dalam. Terjatuh dalam jurang terdalam yang tidak akan pernah aku ketahui dimana dasarnya, setelah aku mencapai dasar jurang itu, tentu aku pun tidak akan tahu bagaimana caranya untuk merangkak naik dan mencapai puncak hayalan bahagia itu lagi… tapi bintang-bintang itu harus kembali… dia ingin kembali… dia harus kembali pada tempat dimana seharusnya dia berada… aku tidak mampu menahannya…” aku menjawab, terbata-bata seperti ada sesuatu yang tercekat di tenggorokanku.
“engkau ingin menangis?” Tanya langit.
“aku hanya kehilangan… mungkin memang sepantasnya aku menangis…” jawabku.
Langit memelukku erat, ia membelai rambutku dengan lembut, dan aku menangis…
“aku hanya kehilangan sesuatu yang tidak seharusnya aku miliki… mungkin tidak seharusnya aku menangis…” bisikku masih dalam pelukan langit.
Langit tidak menjawab, ia hanya tahu butir-butir airmataku semakin deras membasahinya… sekali lagi angin berhembus, kali ini mungkin mencoba membantu menguapkan airmataku, tapi tidak berhasil… angin tampak kecewa… akhirnya ia menyerah…
“lihat! Mereka kembali…” tiba-tiba langit bicara.
Aku mengangkat wajahku kearahnya, titik-titik cahaya itu telah kembali padanya… langit tampak indah… kini bulan tidak sendirian lagi… bintang-bintang itu telah kembali ke langit malam, dia telah mengembalikannya.
“setidaknya aku tahu, engkau tampak cantik sekali” pujiku pada langit… “bulan tidak sendirian lagi, peri itu pasti akan segera berhenti menangis, serigala akan mampu menjelma menjadi seorang puteri yang cantik, dan mimpi para pecinta akan menjadi kenyataan… setidaknya aku tahu, semuanya tersenyum dan kelak begitupun diriku…” aku melanjutkan.
Langit tampak cemas, ia mencemaskan diriku, “bagaimana denganmu, puteri? Airmatamu? Luka hatimu? Pedih yang engkau rasakan?” tanyanya.
“airmataku akan tetap mengalir, luka hatiku tidak akan mengering, pedih ini pun akan selalu ada… aku tidak akan pernah tahu kapan semuanya akan usai dan dengan cara apa… tapi biarlah… walaupun bukan milikku, setidaknya aku masih tetap mampu menatap bintang-bintang itu dari jendela kamarku, sinarnya masih bisa menembus kaca istana jendela hatiku, aku percaya, dia mungkin bukan milikku tapi dia selalu ada disana… untukku...” aku menjawab.
Langit tampak sedikit tenang, ia tersenyum.
“lagipula, kemarin hujan berkata padaku, masih ada cara untuk menemukan dia kembali, tetapi dengan bintang-bintang itu tetap ada padamu wahai langit…” ujarku.
“benarkah? ” langit sedikit tidak percaya namun seberkas harapan terpancar di wajahnya.
Aku tersenyum, “ya, mungkin…”
Langit turut tersenyum, ia menatapku dalam, “walaupun tidak ada kepastian, tapi aku berdoa padaNya, semoga segala keindahan tetap terjaga… keindahanku bersama bintang-bintangku dan keindahanmu bersamanya, berjalan beriringan dalam harmoni melodi yang kita semua mampu untuk menyanyikannya”
“tentu, segera setelah Tuhan menyetujuinya…” jawabku.
Langit tersenyum, “aku akan membantumu memintanya pada Tuhan, agar engkau segera bertemu hujan dan mendapatkan caranya…”
Kini aku yang tersenyum dengan ucapan terimakasih yang tidak tersampaikan.
Sekali lagi langit menatapku dalam “lakukan, puteri, apapun yang bisa membuatmu tersenyum… rekatkan kembali sayapmu yang remuk, segera hentikan lolongan itu dan berhentilah menangis… kejarlah mimpimu karena engkaupun salah satu dari para pecinta itu… engkau pasti mampu melakukannya…”
Akhirnya ia mengembalikan bintang-bintang itu, setelah sekian lama ia menyimpannya dalam matanya yang bercahaya untukku… cahaya itu menghilang seiring kembalinya bintang-bintang itu ke langit malam dan seiring menghilangnya ia dari hidupku… aku tahu, setelah ini hidupku akan meredup, akan sulit sekali berjalan dalam gelap tanpa cahaya… seperti peri kecil yang mendapati sebelah sayapnya remuk dan ia tidak mampu terbang tinggi, seperti seekor serigala yang kehilangan purnamanya sehingga ia tidak mampu menjelma menjadi seorang puteri yang cantik… bukan suatu penderitaan yang main-main… tapi aku juga tahu, cepat atau lambat aku pasti memahami kenapa tempat terbaik bintang adalah di langit malam… dan mungkin kenapa yang terbaik adalah ia harus pergi…
Tuhan,
cintaku begitu indah,
tentang harmonisasi antara bintang dan langit malam...
tapi diantaranya, ternyata begitu melukakan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar